Pada
Senin, 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di Kota
Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi
sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan
kantor pos penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para
tamu dari berbagai negara. Sementara itu, para petugas keamanan yang terdiri
dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan
dan ketertiban.
Sekitar
pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk
menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai pakaian
nasional masing-masing yang beraneka corak dan warna. Mereka disambut hangat
oleh rakyat yang berderet di sepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan
dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan
Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama “Langkah Bersejarah” (The
Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam Gedung
Merdeka.
Tidak
lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan
Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan
sorak-sorai dan pekik “merdeka”. Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua
pimpinan Pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima perdana menteri negara
sponsor.
Pada
pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : “Indonesia
Raya”, Presiden Indonesia, Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul
“Let a New Asia And a New Africa be Born” (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan
Afrika Baru). Dalam kesempatan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa
kita, peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula
latar belakang sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun
berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang
sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam usaha mempertahankan
dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan
:
“Saya
berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita,
pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat
menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia
tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan
memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia
jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya
berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir
kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!”
Pidato tersebut
berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi hadirin yang dibuktikan dengan
adanya usul Perdana Menteri India dan didukung oleh semua peserta konferensi
untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada presiden atas pidato
pembukaannya.
Pada
pukul 10.45 WIB., Presiden Indonesia, Soekarno, mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya sidang dibuka kembali. Secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia
terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama,
Roeslan Abdulgani, dipilih sebagai sekretaris jenderal konferensi. Kelancaran
jalannya konferensi dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu
di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum
konferensi dimulai yaitu pada 17 April 1955. Pertemuan tersebut menghasilkan
beberapa kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi,
dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa kesepakatan itu berisi antara lain
bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan sesederhana mungkin dan
dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan
mufakat (sistem konsensus). Sidang
konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya
bagi peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi,
dan Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh
sidang dan susunan pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Ketua
Konferensi : Ali Sastroamidjojo,
Perdana Menteri Indonesia
Ketua
Komite Politik : Ali Sastroamidjojo,
Perdana Menteri Indonesia
Ketua
Komite Ekonomi : Roosseno, Menteri
Perekonomian Indonesia
Ketua
Komite Kebudayaan : Muhammad Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan Indonesia
Sekretaris
Jenderal
Konferensi : Roeslan Abdulgani, Sekretaris Jenderal
Kementerian Luar Negeri Indonesia
Dalam
sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga
sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite
Politik. Perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara
Negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang
relatif panas.
Namun berkat sikap yang
bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan
di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan
pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.
Setelah melalui
sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada pukul
19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang
Umum terakhir Konferensi Asia Afrika
dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris jenderal konferensi
rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil konferensi.
Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan
dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi
menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika
ditutup.
ISI KONFERENSI ASIA AFRIKA
Konsensus
itu dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai :
1.
Kerja sama ekonomi
2.
Kerja sama kebudayaan;
3.
Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan
nasib sendiri;
4.
Masalah rakyat jajahan;
5.
Masalah-masalah lain;
6.
Deklarasi tentang memajukan perdamaian
dunia dan kerja sama internasional.
Deklarasi
yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan
Dasasila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar
dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
Dasasila Bandung
:
Menghormati hak-hak
asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam
PBB.Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.Mengakui persamaan
derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.Tidak
campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.Menghormati hak setiap
negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan
Piagam PBB.
(a) Tidak menggunakan
pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar
mana pun.
(b) Tidak melakukan
tekanan terhadap negara lain mana pun.Tidak melakukan tindakan atau ancaman
agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan
politik negara mana pun.
Menyelesaikan
semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui
perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara
damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan
Piagam PBB.
SEBELUM TERJADINYA KONFERENSI ASIA
AFRIKA
1. KONDISI DUNIA INTERNASIONAL SEBELUM
KONFERENSI ASIA AFRIKA
Berakhirnya
Perang Dunia II pada Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia. Di beberapa belahan dunia masih
ada masalah dan muncul masalah baru.Penjajahan yang dialami oleh negara-negara
di kawasan Asia dan Afrika merupakan masalah krusial sejak abad ke-15. Walaupun
sejak tahun 1945 banyak negara, terutama di Asia, kemudian memperoleh
kemerdekaannya, seperti : Indonesia (17 Agustus 1945), Republik Demokrasi
Vietnam (2 September 1945), Filipina (4 Juli 1946), Pakistan (14 Agustus 1947),
India (15 Agustus 1947), Birma (4 Januari 1948), Ceylon (4 Februari 1948), dan
Republik Rakyat Tiongkok (1 Oktober 1949), namun masih banyak negara lainnya
yang berjuang bagi kemerdekaannya seperti Aljazair, Tunisia, Maroko, Kongo, dan
di wilayah Afrika lainnya. Beberapa Negara Asia Afrika yang telah merdeka pun
masih banyak yang menghadapi masalah sisa penjajahan seperti daerah Irian
Barat, Kashmir, Aden, dan Palestina. Selain itu konflik antarkelompok
masyarakat di dalam negeri pun masih berkecamuk akibat politik devide et
impera.Lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, yaitu Blok
Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (kapitalis) dan Blok Timur yang
dipimpin oleh Uni Sovyet (komunis), semakin memanaskan situasi dunia. Perang
Dingin berkembang menjadi konflik perang terbuka, seperti di Jazirah Korea dan
Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata nuklir meningkat. Hal tersebut
menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya Perang Dunia.Walaupun pada
masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan ini belum
berhasil menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan
oleh masalah-masalah ini sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika.
2. LAHIRNYA IDE PELAKSANAAN
KONFERENSI ASIA AFRIKA
Pada
awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala, mengundang para
perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali
Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu
pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua
pimpinan pemerintah negara tersebut. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia,
Soekarno, menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo,
untuk menyampaikan ide diadakannya Konferensi Asia Afrika pada pertemuan
Konferensi Kolombo tersebut. Beliau menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita
bersama selama hampir 30 tahun telah didengungkan untuk membangun solidaritas
Asia Afrika dan telah dilakukan melalui pergerakan nasional melawan penjajahan.
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri
oleh para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat
di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat pada 9 – 22 Maret 1954, untuk membahas
rumusan yang akan dibawa oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada
Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan Indonesia untuk meluaskan gagasan
kerja sama regional di tingkat Asia Afrika. Pada 28 April – 2 Mei 1954,
Konferensi Kolombo berlangsung untuk membicarakan masalah-masalah yang menjadi
kepentingan bersama.Dalam konferensi tersebut, Perdana Menteri Indonesia, Ali
Sastroamidjojo, mengusulkan perlunya diadakan pertemuan lain yang lebih luas
antara Negara-negara Afrika dan Asia karena masalah-masalah krusial yang
dibicarakan itu tidak hanya terjadi di Negara-negara Asia yang terwakili dalam
konferensi tersebut tetapi juga dialami oleh negara-negara di Afrika dan Asia
lainnya.Usul ini diterima oleh semua peserta konferensi walaupun masih dalam
suasana skeptis. Konferensi memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk
menjajaki kemungkinannya dan keputusan ini dimuat di bagian akhir Komunike
Konferensi Kolombo.